Replay 2007



Ketika mengetahui informasi soal diskon yang terkait dengan sesuatu yang kita suka, kira-kira hal manusiawi apa yang bisa kita lakukan? Ya tentu saja tidak berpikir panjang untuk segera mendapatkan sesuatu tersebut dengan harga diskon. Ini yang aku lakukan beberapa waktu lalu, dan sejujurnya lewat kejadian ini ngasih aku pelajaran untuk lebih hati-hati dan ngga gampang tergiur diskon.

“Mbak, mau ke Bromo ngga? Diskon nih.” Aku meneruskan informasi tersebut ke Mbak Novi begitu aku melihat sebuah tweet yang berisi promo salah satu agen travel. Begitu banyak list destinasi mereka dengan harga yang jauh lebih murah banget dibanding harga normal.
Waktu itu adalah waktu di mana aku baru menyelesaikan penelitian di lab dan lagi sibuk-sibuknya nyusun laporan tesis, menyisipkan plan liburan di pikiranku tentu aja kasih sedikit angin segar ditengah otakku yang udah beruap.
“MAU MAUUU~.” Mbak Novi setuju.

Setelah baca term and condition yang dijelaskan travel, setelah aku chat adminnya, akhirnya kami memutuskan buat bayar dulu di awal, sedangkan tanggal keberangkatan menyusul. Sama sekali ngga ada rasa curiga ke agen travel ini. Entahlah, di otakku yang ada hanya bayang-bayang keindahan pegunungan Tengger – Semeru. 

Beberapa bulan kemudian dari waktu kami udah bayar itu, akhirnya kami memutuskan buat berangkat bulan Agustus. Itu setelah aku menyelesaikan sidang tesis sampek yudisium, dan tentu aja menyesuaikan jadwal Mbak Nov juga, ya walopun 80% tuh ngikutin jadwalku nyelesaiin tanggungan akademis dulu wkwk. Akhirnya aku bilang ke admin travel kalo mau berangkat tanggal 23 Agustus 2019, hari Sabtu.
Bayarnya bulan April, berangkatnya Agustus, LOL!!

Setelah dirasa semua udah beres dan hari liburan udah semakin dekat, tiba-tiba Mbak Nov bilang kalo travel tersebut ‘aneh’. Dia cerita semua penemuan dia di twitter. Aku yang waktu itu lagi asik cari baju buat kondangan, akhirnya langsung searching di twitter soal travel agen tersebut, sambil berdiri di tengah deretan baju di salah satu department store.
Anjirlaaahhh!!! Aku udah sedikit panik karena cukup banyak tweet orang-orang yang cerita kalo liburan mereka batal tanpa pemberitahuan terlebih dahulu dari travel agent ini. Padahal mereka udah bayar, dan ya, mereka juga ikutan promo yang ditweet waktu itu.
Udah kebayang duitku bakal hilang gitu aja. Ya walopun ngga seberapa (ngga nyampek 200 ribu SUMPAH MURAH BANGET!), tapi ya walaupun seratus rupiah uang itu dicari dengan kerja dulu kan?

“Gimana Yan? Batalin aja tah? Minta refund gitu.” tanya Mbak Nov.
Aku mikir sambil lanjut lihat-lihat baju. Lalu akhirnya aku coba chat dulu travelnya, tanya apa kami jadi bisa berangkat sesuai tanggal yang kami pilih. Karena jujur aja, travelnya juga ngga pernah informasi lebih lanjut setelah aku kasih tahu tanggal yang kami pilih dan ini udah H-1.
Akhirnya aku pancing-pancing tuh, adminnya. Tanya ntar system penjemputan gimana, terus semobil isi berapa. “Maaf ya Kak kalo aku cerewet, ini ortu tanya.” kataku lewat chat. Sumpah absurd banget wkwkwkwk.
Tapi setelah dirasa balasan admin travel ngga mencurigakan, atau seenggaknya begitu yang aku harap, akhirnya aku dan Mbak Nov memutuskan untuk lanjutin rencana. Waktu itu aku mikir, yaudahlah ya kalo misal kami udah nyampek stasiun Malang dan ngga ada penjemputan alias beneran ketipu, at least kami ada di Malang, kota yang cukup familiar bagiku. Bisalah ntar langsung cari penginapan. 


“Eh, tapi Mbak, waktu itu aku mimpi kita diculik pake jeep.” kataku setelah tiba-tiba teringat mimpi beberapa hari yang lalu. Beneran deh, mimpi itu terasa vivid banget. Lalu aku mulai cocoklogi, anjirlaaahhhh.
Tapi akhirnya dengan modal bismillah kita tetep lanjutin plan.


Tahu ngga sih, harusnya kalo berangkat liburan tuh, kita happy ya kan? Nah, tidak untuk hari Sabtu tanggal 23 Agustus 2019 waktu itu. Jujur aku khawatir wkwkwk. Gimana kalo kami berdua beneran sedang dalam perjalanan menemui orang jahat? Gimana kalo nanti mimpiku jadi kenyataan? 
Tapi begitu aku ketemu Mbak Nov di stasiun Gubeng Lama, kekhawatiran itu sedikit pudar.

Kami naik kereta menuju Malang yang pukul 19:00. Karena penjemputan pukul 23:00, jadi estimasi waktu tunggu begitu nyampek Malang pukul 21:30 adalah 1,5 jam. 
Selama nunggu 1,5 jam itu aku bertanya-tanya beneran dijemput ngga ya? Stasiun Baru Kota Malang waktu itu terlihat lengang. Ada beberapa kelompok yang terlihat juga menunggu jemputan, diam-diam aku berharap mereka termasuk rombongan yang nunggu penjemputan travel yang sama denganku. Tapi begitu satu per satu rombongan tersebut mulai menghilang, aku makin khawatir.

Nggak lama ada telepon masuk ke hp. Nomor yang berbeda dari dua nomor sebelumnya yang menyatakan diri dari team travel agen yang bertanggung jawab hari itu. Jadi total ada tiga nomor berbeda yang menghubungi. Sumpah ini ngga praktis banget sistemnya dan bikin bingung.
“Mbak, saya driver malam ini, mbak di mana? Saya sudah ada di depan taman singa, mobil merah.” kata seseorang yang memperkenalkan diri sebagai driver.
Akhirnya setelah bingung mencari mobil warna merah yang dimaksud, karena malam dan ngga terlihat begitu jelas, akhirnya aku dan Mbak Nov bertemu dengan seorang bapak yang beberapa menit lalu sibuk melambaikan tangan ke arah kami agar ternotice. 

Begitu melihat ke dalam mobil, ternyata sudah ada 4 penumpang lainnya, total isi penumpang yang dibawa bapak driver malam itu adalah 6. Kekhawatiranku saat itu sudah hampir hilang karena toh, penumpang lainnya yang terlihat berumur ngga beda jauh ini terlihat trusted ((trusted)). 
Akhirnya kami berangkat. Kekhawatiranku 100% lenyap begitu kami sampai di basecamp keberangkatan menuju bromo untuk berganti mobil ke jeep.

Dini hari waktu itu cukup banyak wisatawan yang akan ke bromo. Setelah ditunjukkan kami berenam akan naik ke jeep yang mana dan beberapa saat kemudian jeep sudah mulai berjalan, barulah aku paham system travel agent yang aku pakai ini. Jadi travel agent ‘mencurigakan’ yang menawarkan promo liburan itu termasuk sub-agent menurut pendapatku, setelah mengetahui kalau kami berenam ini ternyata menggunakan travel yang berbeda-beda dan harganya pun beda.
“Mbak, udah lunas bayarnya?” tanya salah satu dari teman baru hari itu.
“Udah. Kamu?”
“Belom. Malah kata travel agennya ntar aja bayarnya gampang.”
“Yaudah ngga usah bayar kalo gitu wkwk.”
“Mbak, kena berapa?”
“175 ribu.”
“HAH MURAH BANGET!!”
“Ya kan!” 

Selagi kami ngobrol, jeep terus melaju naik, melewati jalan sempit yang gelap dan berkelok, seolah masuk ke dalam sisi gelap pegunungan. Driver jeep yang berbeda dari driver yang pertama sibuk ngobrol dengan dua laki-laki yang duduk di depan. Sedangkan kami para perempuan berempat mulai diam di bangku penumpang.
Butuh waktu yang cukup lama menurutku untuk sampai di pemberhentian, karena aku sempet tertidur. Walaupun sayup-sayup terdengar ucapan istighfar teman-teman yang lain berkali-kali dan terasa guncangan mobil akibat jalan yang ngga rata, aku masih bisa tidur cukup.
“Edan Yan, kondisi jalan gitu kamu bisa tidur.” kata Mbak Nov begitu kami sampai di pemberhentian.
“HAH MBAK TIDUR???”
“Ya kan, ngga kedengeran sama sekali suara dia tadi.” Mbak Nov menimpali.
“Ya aku kira Mbak Dyan diem aja, bukannya tidur.”
HAHAHAHAHAHA. 

Jeep berhenti di titik poin yang akan menuju Seruni Point View. Ini adalah point view kedua yang ada di Bromo. Jalan menuju titik pemberhentian jeep ngga securam point view pertama. Aku teringat dulu ketika SMP kelas tiga wisata ke Bromo dengan seluruh pengurus koperasi siswa, dan saat itu tentu aja cuma ada satu point view.

Begitu aku turun dari jeep, aku langsung merapatkan jaketku yang sama sekali ngga menolongku dari hawa dingin. Dingin banget!! Desau angin terdengar sangat jelas di telinga. Entah pukul berapa waktu itu, aku lupa.
“Yuk, kita jalan pelan-pelan ke atas.” Seorang bapak tour guide mengarahkan kami untuk mulai berjalan ke atas setelah menginstruksikan untuk mengingat-ingat jeep yang kami tumpangi.
Langit dini hari waktu itu terlihat cerah, antara cahaya bintang yang bertaburan di langit dan kerlap-kerlip lampu rumah yang bertebaran di bawah sana terlihat seolah berlomba mana yang paling menakjubkan mata.

“Kuda, ayo naik kuda.” banyak penjaja jasa naik kuda.
Sepanjang jalan menanjak juga ada beberapa warung yang menyediakan makanan dan minuman hangat. Kami berhenti sebentar di salah satu warung, numpang menghangatkan badan lewat arang yang dibakar (eh, arang bukan ya, kayaknya sih arang). Walaupun aku kedinginan banget waktu itu, tapi terlihat banyak wisatawan asing yang memakai pakaian yang lebih terbuka dan they look fine, ngga terlihat kedinginan sama sekali!!
“Bagi mereka sih, ini biasa Yan. Kayak angin musim semi gitu.” kata Mbak Nov.
Anjirlah.

Jalanan menanjak menuju Seruni Point View cukup bagus dan aman dilalui, walaupun waktu itu gelap dan aku ngga bawa senter, aku sama sekali ngga khawatir akan terperosok karena salah pijakan kaki. Ya cuma khawatir nginjek kotoran kuda aja sih, yang cukup banyak bertebaran di mana-mana wkwk.

Entah butuh waktu berapa lama kami jalan menuju atas. Semakin ke atas harga jasa naik kuda semakin murah. Bahkan dari yang semula 100 ribu bisa cuma tinggal 25 ribu!!
“Kalo naik kuda dari sini, berarti kalah.” kata bapak tour guide. Ternyata yang dimaksud bapaknya kenapa kalah adalah, dari titik poin jasa naik kuda yang cuma 25 ribu itu hanya perlu satu tanjakan cukup curam lagi sebelum sampai di anak tangga. Lol, pantes murah banget!

Aku dan Mbak Nov sampai di latar (apasih namanya, balkon?) point viewnya ketika sayup-sayup terdengar suara adzan subuh dari jauh. Begitu sampai di atas yang terlihat adalah langit yang masih gelap, gerombolan orang-orang yang udah bersiap mencari tempat terbaik untuk melihat sunrise, dan penjual makanan.
“Mbak, makan mie kayaknya enak deh.” Aku teringat mie rebus yang dipesan seseorang di salah satu warung yang tadi aku lihat. Terlihat menggiurkan.
Aku melihat jam, pukul 04:00, langit masih gelap total.
“Ayo ayo.”
Akhirnya kami makan pop mie dengan latar belakang orang-orang yang bergeming di tempatnya, menanti sunrise. Sayangnya ekspektasi mie rebus yang hangat dan enak tidak terpenuhi.



konten sunrise-nya kak, silakan~~

Ada dua tingkat latar yang cukup luas di Seruni Point View ini dan keduanya sama-sama udah penuh orang. Tapi kami berdua ini punya pengalaman nonton konser kepop, jadi mencari celah di kerumunan orang-orang itu bukan masalah besar wkwkwkwk. 
Kami memutuskan untuk ambil tempat di latar bawah aja dulu setelah melihat persentase kerumunan di lantai atas yang lebih besar. Dan kami berhasil dong, menyelinap lewat celah orang-orang tersebut hingga akhirnya kami berdiri di barisan ke dua dari pagar batas LOL. 

Ketika kami udah menemukan tempat berdiri yang nyaman, langit perlahan mulai berubah warna. Dari yang semula gelap, mulai tampak biru tua, kemudian mulai sedikit terlihat semburat jingga. Kamera-kamera mulai menjulur dari segala sisi. Aku melihat ke langit, bintang masih terlihat cukup jelas walau hari mulai bangun perlahan.
Ah, seandainya aku fotografer professional dan punya kamera yang bagus.




“Mana sunrisenya?” terdengar pertanyaan di telingaku, entah dari sisi mana
“Iya nih, ngga ada.”

Sejujurnya aku bingung sih, apakah melihat sunrise di gunung dan di laut akan terlihat sama? Kalau di laut memang akan terlihat jelas bentuk matahari yang perlahan muncul di balik horizon laut, kalau di gunung? Bukannya akan terhalang gunung-gunung yang lain ya? Jadinya yang terlihat ya hanya semburat peralihan warnanya?

Tapi aku puas banget melihat pemandangan pagi hari itu. Rasanya udah lama aku ngga menikmati pemandangan indah dengan hati dan pikiran ringan tanpa terbebani tesis WKWKWKWKWK.

Aku jadi teringat liburan ke Dieng di saat aku masih harus rajin ngelab dan menyusun tesis. Kayaknya aku harus ke Dieng lagi suatu saat nanti. Tentu aja dengan hati dan beban pikiran yang berbeda.

Karena langit perlahan mulai cerah, akhirnya terlihatlah Gunung Batok yang ternyata ada di samping kanan aku berdiri. Sejauh aku memandang yang terlihat adalah pegunungan Tengger-Semeru. Awan-awan yang mengendap di balik pegunungan yang seakan menghentikan awan-awan tersebut untuk ngga bergerak ke mana-mana. Hamparan pasir yang luas. Alur transportasi jeep. Dan tentu saja Gunung Semeru, yang terlihat seolah merangkul semua pemandangan indah yang ada di depannya. Rasanya aku pengen banget mendaki Gunung Semeru.


time to wake up baby girl~
THE MAGICAL VIEW!!!
hasil jepretan pake hp sendiri
hasil jepretan pake kamera mbak nov; kayaknya aku mau nabung buat beli kamera deh, wkwk

Hari sudah benar-benar terang ketika pukul 05:30, saat itulah baru terlihat bentuk anak tangga yang dini hari tadi kami lewati dan bentuk latar view point ini. Hmm ya, pemerintah sangat memfasilitasi tempat wisata ini dengan baik haha.




the beautiful view I saw
the beautiful someone's backview who took a pic of beautiful view

Puas menikmati view di latar bawah, kami memutuskan untuk naik ke latar atas. Setelah sebelumnya tentu saja puas ngumpulin foto untuk konten HAHA. Bahkan ada seseorang yang menawarkan diri untuk ngefotoin aku dan Mbak Nov begitu melihat kami struggling untuk selfi LOL.
“Sini aku fotoin.”
“Oh? Makasih Mas.”
Ternyata dia adalah mas yang tadi aku bantu fotoin juga. Jadi, memang kita itu harus selalu baik sama orang lain ya kan. 


honestly this pic is one of my fave, tapi malah bukan ini yang aku posting di instagram lol

Lalu apa yang bisa terlihat dari latar atas?
Ya sama ajalah wkwkwk. Cuma bedanya kan, viewnya jadi lebih tinggi dan lebih lapang sih.
Nah, di sini juga ada hal lucu. Waktu minta team dari tour guidenya ngefotoin aku dan Mbak Nov, eehhhh….. ada seorang bapak yang ngefotoin juga. Maksudnya adalah dia mau ngasih contoh ke anggota keluarganya yang lain buat ntar ngefotonya gitu aja. Jadi ini kami kayak model dadakan gitu wkwk.
“Nih, Mbak.” Belio menunjukkan hasil jepretannya.
Wah, gila sih, kameranya emang bagus banget wkwkwk. Akhirnya aku menghampiri istrinya (?) untuk minta file foto yang tadi difotoin bapaknya wkwkwkwk. Karena begitu bapaknya nunjukin fotonya, belio langsung ngobrol lagi dengan rombongan keluarganya. Dan sayang banget hasil foto bagus kalau dilepas gitu aja haha. Akhirnya setelah beberapa menit berlalu untuk transfer file lewat bluetooth, kami mengucap terima kasih sebelum turun.
Sumpah ini menurutku absurd banget, tapi sekaligus heartwarming. Kayak….gimana ya…..di mana pun tuh, masih bisa bertemu orang-orang baik ya Allah alhamdulillah.

big thanks to bapak stranger baik hati 

Pukul 06:30 kami turun menuju tempat parkir jeep. Hawa dingin sudah hilang, terik matahari juga mulai terasa. Menapaki jalanan turun lebih susah ketika naik, ini semua orang udah tahu. Yang ngga semua orang tahu adalah cara jalannya. Beberapa menit aku dan Mbak Nov jalan turun seperti kebanyakan orang awam, lalu kemudian terlihatlah seorang laki-laki yang berjalan menapaki jalanan turun dengan cara zig-zag dan tempo langkahnya sedikit lebih cepat dibanding dengan kecepatan jalan biasa. Kami berdua mulai mengikuti cara mas asing tersebut, dan WOW asli lebih mudah dan ringan karena kaki ngga harus terlalu ‘ngerem’ langkah.




Begitu sampai di tempat parkir jeep, kami bertemu kembali dengan teman-teman semobil. Setelah diberi tahu tour guide kalau kami akan turun ke padang pasir, kami segera naik ke jeep. Ketika jeep mulai berjalan melewati jalan bebatuan yang kasar banget, saat itulah aku tahu kalau ini adalah jalanan yang sama yang dilalui semalam.
“Jadi semalam lewat jalan bebatuan ini?” tanyaku menyuarakan pertanyaan di kepalaku.
“Iya Mbak, makanya amazing banget kamu bisa tidur.”
Asli aku juga amaze sih, sama diriku sendiri wkwk.





Ngga butuh waktu lama untuk jeep masuk ke kawasan Kaldera Tengger dan bapak driver begitu ahli melajukan mobil di atas pasir. Aku inget banget dulu pas SMP ke sini, aku dan teman-teman kopsis naik mobil elf dan terpaksa turun di ‘pintu masuk’ kaldera. Karena ban mobil kami saat itu bukan khusus medan pasir, guru pendamping kami waktu itu mempertimbangkan sewa jeep, tapi entah kenapa kami semua berakhir harus jalan kaki menyusuri lautan pasir itu demi mendekati gunung Bromo. Coba deh, bayangin jalan kaki di pasir, sejauh itu. Udah berasa syuting video clip desir pasir di padang tandus anjaaayyy~~
Tapi aku waktu itu ngga mengeluh sama sekali dan waktu itu aku juga berhasil sampai di puncak gunung Bromo haha. Baru ketika mau balik ke tempat parkir elf kami saat itu, kami semua naik jeep.

Setelah melewati jalur transportasi di atas pasir, yang tentu aja sedikit memicu adrenalin, akhirnya jeep kembali terparkir. Cuaca benar-benar cerah saat itu, sinar matahari menimpa kami tanpa halangan apapun.
“Balik ke jeep jam 9 ya.” kata bapak guide.
Aku lihat jam, hampir jam setengah 8 pagi. Sejujurnya ngga ada waktu yang tersisa banyak kalau ingin sampai ke puncak Bromo dan kembali ke jeep tepat pukul 09:00. Tapi aku dan Mbak Nov tetap jalan mendekati kaki Gunung Bromo, ya kalau beruntung akan waktu siapa tahu bisa lanjut sampai puncak.





Satu sisi kaldera Tengger hari itu benar-benar terlihat meriah kayak pasar, karena begitu banyaknya jeep warna-warni, baik yang terparkir maupun yang datang atau pergi. Satu deret warung dan penjaja makanan yang tersebar di beberapa titik. Sangat berbeda dari tahun 2007 silam.
Kuda-kuda gagah juga lewat silih berganti. Aku inget banget dulu waktu SMP, ketika sampai di Pura-nya, untuk naik ke Gunung Bromo hingga kaki tangga-nya aku naik kuda bernama Yono dengan harga 25 ribu pulang – pergi. Eh, sampek sekarang aku ngga tahu deh, itu nama kudanya atau nama bapaknya ya wkwkwk. Kuda yang waktu itu aku naiki juga gagah banget dan berwarna coklat.


Ketika melihat para penjaja jasa transportasi tersebut, aku jadi berpikir jangan-jangan dari banyaknya para penjaja jasa transportasi kuda itu, ada bapak yang dulu jasanya aku pakai. Pasti seru banget ya ngga sih, misal di hari itu aku memutuskan untuk naik kuda dan ternyata menggunakan jasa bapak yang sama kayak tahun 2007. Wow, so dramatic.
Tapi hari itu aku dan Mbak Nov memutuskan untuk jalan kaki aja menuju kaki Gunung Bromo. Entah sekarang berapa harga naik kuda di sana.



Sepanjang jalan meniti lautan pasir itu, aku teringat pertanyaan salah satu dosen Geologi ketika kelas Hidrologi; “kemana semua perginya air hujan yang jatuh di Kawasan kaldera Tengger?”
Waktu itu beliau bercerita sedang melakukan penelitian, tapi entah kenapa belum selesai karena ternyata dilihat dari sisi geologi, kaldera ini susunannya terbilang rumit. Ah, mbuhlah, aku jadi pusing inget-inget apa yang diceritakan belio saat itu.
Tapi sejujurnya aku menyayangkan kuliah lapangan yang waktu itu gagal. Waktu semester satu, dosen Geologi ini kayak ngasih tugas yang terserah mau dikerjain atau engga di akhir semester satu. Tugasnya yaitu mencari potensi air tanah. Tugas semacam ini udah pernah aku lakuin waktu S1 dulu sebenarnya, tapi yang S2 ini aku lebih antusias. 
Karena apa? Ya karena pilihan tempatnya seru banget, kalau ngga kaldera Tengger, ya di Gunung Kelud. Aku antusias bangetlah jelas waktu itu. Karena pas S1 ya ala kadarnya banget nyari potensi air tanah di lapangan deket terminal Gadang pffff~
Tapi rencana kuliah lapangan tersebut sangat disayangkan batal karena beberapa hal. 

Setelah memakan waktu cukup lama, akhirnya aku dan Mbak Nov sampai di Pura Luhur Poten. Keberadaan pura di tengah luasnya kaldera ini tuh, bagiku kayak…apa ya…..powerful (?) Aku bingung mencari kalimat yang pas buat ini, tapi rasanya ya semacam itu lah. Seolah kasih pesan untuk selalu ingat kepada Sang Pencipta di tengah keindahan alam semesta ini, karena toh Dia yang menciptakan semua dan Dia pula yang ngasih rejeki ke manusia, baik manusia yang datang ke sana untuk berlibur maupun datang ke sana untuk mencari rezeki.
Aku pengen banget suatu saat mengunjungi Bromo lagi ketika ada upacara Kasada. Waktu itu sempat lihat ada paket mengunjungi bromo ketika upacara Kasada akan dilaksanakan, sayangnya waktu itu jadwalku ngga pas banget, padahal pengen. Semoga ada kesempatan lain. Ya Allah plis kabulkan, aamin!! 


Para Pencari-Mu by Ungu as bgm
Lihat ini aku jadi inget dulu tuh, ke Bromo bawa kamera tustel gitu kan, terus Bapak Yono menawarkan diri untuk ngefotoin aku pas aku udah kembali dari kawah Bromo.
"Sini saya fotoin." kata belio setelah ngebantu aku naik ke atas kudanya.
Sampek sekarang hasil jepretan tustel foto ke Bromo waktu itu ngga pernah aku cetak.
HOW POWERFUL!!

Pukul 08:20 aku dan Mbak Nov udah sampai di kaki Gunung Bromo, terlihat dari tempat kami berdiri, di kejauhan anak tangga yang dipenuhi antrean manusia yang ingin sampai puncak. Jujur aja kami berdua pengen banget naik sampai puncak, atau seenggaknya diriku sendiri ini pengen banget naik ke sana. Tapi sisa waktu kami ngga memungkinkan. Akhirnya dengan berat hati, aku dan Mbak Nov jalan balik menuju tempar parkir jeep.

Ah, sayang banget sih asli!!
Aku pengen banget upgrade memoryku soal kawah Gunung Bromo. Tahun 2007 di lereng kawah Gunung Bromo ada banyak tenda yang di huni beberapa warga lokal, dan warga tersebut menebar jaring ke arah pengunjung. Waktu itu aku melihat beberapa pengunjung yang melempar makanan, minuman, rokok, uang, ke arah jaring tersebut, dan ditangkap dengan suka cita. Aku tahu saat ini hal tersebut udah ngga ada, tapi aku tetep aja ingin ‘memastikan’ dengan mata kepala sendiri. Kayaknya aku beneran harus balik mengunjungi Bromo lagi lain waktu.



Ngomongin tahun 2007, aku ngga tahu apakah dulu di tahun 2007 sudah ada toilet umum atau engga di kawasan Kaldera Tengger ini, tapi kemarin ternyata ada fasilitas toilet yang benar-benar bagus.
Nah, kan…..ini semakin membuat aku bertanya apakah ada potensi air tanah yang besar ya di kaldera Tengger ini? Karena aku juga ngga melihat pipa penyalur air. Atau pipanya ditanam di bawah pasir? Tapi apa mungkin?
Please someone enlighten me. 

Pertanyaan terkait Geohidrologi ini, terus berlanjut ketika kami akan meneruskan perjalanan ke pasir berbisik.
“Pak, bedanya pasir berbisik sama pasir yang tadi apa?” tanyaku ke bapak driver. Kali ini aku dan Mbak Nov duduk di kursi depan.
“Pasir berbisik bener-bener pasir mbak, ngga ada tumbuhan yang tumbuh di atasnya. Kalau pasir yang di kawasan tadi kan, banyak rumputnya.”
“Alami ngga bisa tumbuh rumput atau emang dicabutin, Pak?”
“Ya siapa Mbak, yang mau bersihin rumput di padang pasir seluas ini?”
Ya bener juga sih.

Jadi, apakah susunan lapisan tanahnya berbeda?
Wow, asli ini kalo misal aku belom ngerjain tesis dan lagi cari topik penelitian, menurutku ini topik yang menarik. Bisa aja aku meneliti untuk mencari nilai koefisien pengaliran untuk pasir dari pasir berbisik dan pasir biasa tapi keduanya sama-sama berasal dari kawasan kaldera Tengger.
Atau sebenernya udah ada penelitian terkait ini ya? Cuma aku aja yang ngga update wkwk.
Memikirkan ide-ide penelitian kayak gini sebenernya bikin aku semangat, cuma akutu trauma setelah ngetesis wkwkwk.

"Yan, makan jagung Yan." ucap Mbak Nov lalu memesan satu buah jagung rebus.
Makan jagung rebus mah, di depan kosan juga bisa kak, ngga usah ke Bromo.


Dari kawasan pasir berbisik yang aku lihat adalah ‘punggung’ Gunung Bromo dan Gunung Batok yang benar-benar terlihat seperti cetakan kue brownies yang suka dibuat ibu di rumah. Ngga ada yang istimewa menurutku di kawasan pasir berbisik kecuali fakta yang dijelaskan oleh bapak driver tadi.



Setelah itu kami lanjut ke bukit Teletubbies. Aku kira kami akan turun di dekat tulisan Bukit Telettubies dengan huruf balok besar, tapi ternyata engga. Jeep kami berhenti di sisi yang sepi, dan bukit telettubiesnya terlihat jauh LOL.
Hari sudah semakin siang, dan aku sudah menanggalkan jaketku sedari tadi. Jadi, berhenti di tempat so called bukit Teletubbies itu serasa berdiri di tanah lapang dan langsung terkena terik matahari. Mungkin akan beda misal kami berhenti di kawasan yang ‘seharusnya’? Idk.
I meant, ya mungkin aku bisa mendekati bukit teletubbiesnya, bukan hanya melihat dari jauh. Atau memang sebenarnya bukit ini hanya untuk dilihat dan bukan untuk didekati? Macem idol koreya gitu?


Ini aku ngefoto pake kamera mbak nov lagi, kayaknya beneran aku kudu nabung buat beli kamera!!


Dan yeah, bukit Teletubbies was a dessert. Setelah dari sana kami langsung menuju ‘gerbang’ keluar yang ternyata dekat sama letak bukit Teletubbies.
“Kalo keluar harus lewat sini ya, Pak?” tanyaku lagi ke bapak driver.
“Jalannya memang cuma satu ini Mbak.” jawab bapak driver.
“Loh? Jadi kalo mau ke Seruni Point View juga lewat sini?”
“Iya.”
“Loh, tadi malem lewat sini?”
“Iya.”
“Mbak Dyan tidur, sih.” timpal teman lain yang duduk di belakang.
Aku bengong. Ini bagiku mindblown LOL.  

Pukul 11:00 kami sudah kembali sampai di basecamp awal.
Dan muncul lagi rasa was-was itu. Ketika ada pengumuman yang belum melunasi pembayaran liburan, harap segera dilunasi. Sempat terpikir jangan-jangan nanti aku dan Mbak Nov disuruh ‘ngelunasin’, karena toh ternyata system mereka belum bayar aja dibolehin berangkat ya kan. Diam-diam aku ngecek mutasi rekening wkwkwkwk. DAN OFKORS GA ADA WKWKWKLKJFDHFLD. 

Ya karena April ke Agustus udah lebih dari 3 bulan lah anjir, udah kehapus system. Mana bukti screenshot juga udah aku hapus. Ngga ada sama sekali jejak kalau kami udah bayar jadinya. Ya Allah aku mulai suudzon lagi sama travel agen yang aku hubungi ituuu hahahaha. Akhirnya aku dan Mbak Nov memutuskan untuk ya…yaudah….bagi kami ngga ada yang harus dilunasi. Jadi ketika beberapa orang menghampiri bagian bendaharanya ((bendahara)) untuk pelunasan, kami diem aja di kursi kami. Ntarlah misal kami dihampiri dan diminta ‘melunasi’, baru kami pikir cara ngomong yang enak gimana.

Tapi setelah ada instruksi untuk segera masuk ke mobil penjemputan semula, ngga ada yang memanggil nama kami, oke aman.
Setelah masuk mobil ngga ada juga permohonan pelunasan ke kami, oke aman.
Besoknya.
Seminggu kemudian.
Sebulan.
Bahkan nyaris setahun, sekarang ketika aku ngetik cerita ini, ngga ada juga yang menghubungi kami untuk melunasi trip ke bromo waktu itu, OKE FIX AMAN LOL.

Terlepas dari travel agen mencurigakan di awal cerita ini, sejujurnya aku puas banget dengan service trip kali ini. Kedua bapak driver-nya ramah, tour guide team-nya juga ramah. Aku ngga tahu apa yang terjadi dengan travel agen yang aku hubungi itu, hingga banyak cerita negative dari orang-orang yang ikut atau daftar trip ke mereka. Ya semoga permasalahan mereka saat ini sudah teratasi ya, karena toh itu setahun yang lalu.

Dan ini juga pelajaran banget buat aku untuk lebih hati-hati ikutan open trip dari travel agen manapun. Ya untungnya aku jadi berangkat dan misal ‘tertipu’ pun nominalnya juga ngga yang gede banget gitu. Intinya ya aku akan lebih hati-hati. 

***
Satu per satu bapak driver mengantarkan kami pulang. Aku dan Mbak Nov memutuskan untuk turun di masjid sebelah Transmart dan Matos. Di mobil sisa 4 penumpang, setelah sebelumnya mengantar 2 penumpang turun di penginapan mereka.

“Kalo liburan gini tuh, emang enaknya berdua-dua gitu ya.” kata bapak driver membuka obrolan. Jalanan Kota Malang tengah hari saat itu cukup rame.
“Iya Pak.” aku menimpali. Sekarang aku udah pindah duduk di kursi samping driver. Sengaja pindah agar teman lain yang semula duduk di kursi belakang bisa pindah duduk di kursi tengah dan memudahkan nanti kalau mau turun.
“Kalau sendiri ngga ada yang ngefotoin. Kalo berdua gini kan, bisa gantian.”
“Kalo sendiri bisa minta tolong orang lain sih, Pak.”
“Ada tuh, orang main ke titik nol kilometer jogja sendiri. Ngefoto-foto sendiri.” Intonasi si bapak terdengar seperti ‘I pity you’ di telingaku.

Pada momen ini, sejujurnya aku pengen ketawa. Karena ngga tahu kenapa, aku merasa menjadi objek pembicaraan si bapak. 
Aku menimbang-nimbang sesaat, haruskah aku mengatakan ini atau yaudah biarin aja? Tapi sebelum aku sampai di pilihan yang aku buat, tahu-tahu aku sudah mengucapkannya; “Saya waktu itu ke titik nol kilometer jogja sendirian sih, Pak.”

Seisi mobil ketawa.

“Wah, Pak, dia nih Pak oknumnya.” timpal Mbak Nov.
Aku ketawa.
Bapak driver juga masih ketawa, tapi aku bisa merasakan si bapak sedikit ngga enak karena udah komentar seperti itu duluan wkwk.
“Hahaha, ya….enak juga sih, liburan sendiri.” ucap bapak driver akhirnya.
Aku masih ketawa. “Ya, sebagian orang emang ada yang suka liburan sendiri gitu sih, Pak.”
“Iya betul.” 

Jujur ngga ada niat apapun ketika aku mengucapkan hal tersebut hingga membuat si bapak sedikit salah tingkah. Aku malah berpikir jangan-jangan waktu aku maen ke sana dan meminta tolong ke stranger untuk ngefotoin aku, memang yang aku temui itu si bapak driver? Karena seorang perempuan yang aku mintain tolong waktu itu, terlihat bersama seorang laki-laki. Ini kalau emang beneran iya, wah….gokil sih wkwkwkwk.

Akhirnya aku dan Mbak Nov berpisah dengan teman-teman yang lain dan bapak driver di depan masjid yang aku tuju. Aku dan Mbak Nov numpang buat cuci muka dan meluruskan kaki sebentar di masjid sebelum cari makan di Matos dan akan ke stasiun Malang Kota Baru untuk mengejar kereta ke Surabaya pukul 16:00.

Ini adalah liburan pertamaku bareng Mbak Nov. Aku ngga tahu deh, penilaian dia liburan sama aku gimana haha. Kayaknya Mbak Nov kapok, soalnya taste fotografi kami berbeda banget, jadi ngga tahulah itu hasil dirinya yang aku fotoin gimana wkwkwk. Teruussss, ini hal yang lebih krusial dibanding selera fotografi, Mbak Nov tentu saja udah kena aku judesin waktu kami nunggu kereta pulang di stasiun hahaha.

Gara-garanya adalah kami udah dapet kursi tunggu yang nyaman banget sampek aku bisa tidur 30 menitan, terus Mbak Nov bilang pengen ke toilet. Aku saranin buat ngomong aja ke petugas pintu masuk peron buat diijinin ke toilet, karena di luar ngga ada toilet. TAPI MBAK NOV GAMAU NGOMONG SENDIRIBDJVDGHDFD. KESEL KAN. Akhirnya yaudah aku temenin. Diijinkanlah Mbak Nov dengan syarat ninggalin KTP. Aku tetep nunggu di luar.
Ya kan, kalo kayak gini tuh, mending dia ngomong sendiri NGGA SIH???? Biar aku bisa tetep di kursi tunggu yang nyaman itu. Begitu urusan Mbak Nov kelar, kami balik ke tempat duduk tadi, dan sesuai ekspektasilaaaahhhhh….kursi tunggu yang nyaman itu udah ditempati orang lain.

Akhirnya yaudah. Aku berusaha stay positive dan memaklumi Mbak Nov, karena mungkin dia ngga familiar dengan kota ini, apalagi stasiun ini, jadi hal yang tadi wajar.

Lalu kami duduk di deretan kursi tunggu yang lain. Tapi, deretan kursi yang ini menghadap langsung ke matahari sore, jadi kami duduk di situ tuh, berasa kayak lagi kena siraman cahaya dari surga gitu. Matahari sore walaupun ngga yang terik gimana gitu, tetap bikin silau sih ya, tapi aku sebodo amat. Aku tetap mau lanjut tidur. Tapi tahu apa yang aku dengar kemudian?
“Yan, panas ngga sih?”
“Yan, panas yan.”
“Ngga ada tempat lain apa ya?”
Akutuh merem sambil ngedumel dalam hati YA COBA PIKIR AJA SENDIRI. 
Kalau misal ada tempat lain, ya tentu aja kan, aku dan dia ngga perlu memilih duduk di situ? Tapi nyatanya sore itu stasiun bener-bener rame. Deretan kursi tunggu yang kosong adalah kursi yang kami tempati saat itu (karena orang-orang ngga mau tertimpa langsung cahaya matahari ketika duduk dan for your information, ini deretan kursi yang sama yang kami duduki kemarin malam saat nunggu jemputan bapak driver), dan kaki juga udah ngga cukup kuat buat berdiri terlalu lama sampek kereta kami datang.
Akhirnya setelah rengekan Mbak Nov yang terdengar annoying parah di telingaku, aku memutuskan buat melek dan berdiri. Mencari kursi kosong di dekat loket. Tentu saja nihil.
Tapi setelah berdiri sekitar 15 menit, akhirnya ada yang berdiri dari kursinya. Aku suruh aja Mbak Nov duduk di situ.
“Kamu aja Yan.”
Oh, damn. “udahlah Mbak, kamu aja.”
Ngga lama setelah aku ngomong gitu, ada lagi kursi kosong, tapi jauhan banget jaraknya. Akhirnya tanpa basa-basi aku berjalan menuju kursi kosong yang kedua dan Mbak Nov ke kursi kosong pertama. Hhhh, akhirnya berakhir juga ini drama kursi tunggu stasiun LOL.

Dipikir-pikir siapa temen yang pernah travelling sama aku tapi terbebas dari kejudesanku? Ngga ada. Bahkan Diah, temen twitter yang baru ketemu pertama kali pas liburan ke Banyuwangi bareng pun, aku judesin pas di Kawah Ijen hahahahahdhhffhdhhd.
(Sila kalau mau baca ya, here)

Beneran deh, akutuh udah berupaya untuk mengontrol hal negative ini, tapi kadang masih suka out of control. Jadi kalimat yang selalu aku ucap ke teman setelah kami travelling bareng adalah 'jangan kapok, ya'  hahahahahha.
Ya tapi misal mereka kapok, aku paham sih, LOL.

Akhirnya liburan kami hari itu berakhir, Minggu tanggal 24 Agustus 2019, seiring kereta kami berhenti di Stasiun Gubeng pukul 19:00. Aku dan Mbak Nov berpisah di lorong gerbong kereta karena kami akan keluar stasiun lewat pintu yang berbeda. 
"Hati-hati Mbak, jangan kapok ya." ucapku sebelum benar-benar turun dari kereta.



Eh, Mbak, ternyata kita ngga diculik ya.” 

Share:

0 komentar