Tangga Dekanat Kemarin Sore......
“Kamu kok nggak kayak dulu pas
semester satu?” tanyaku pada seorang teman.
Kita sedang duduk di tangga samping gedung dekanat FT.
Hari beringsut ke sore, cuaca terlihat cukup cerah, tapi dingin masih terasa.
Kita sedang duduk di tangga samping gedung dekanat FT.
Hari beringsut ke sore, cuaca terlihat cukup cerah, tapi dingin masih terasa.
Teman di depanku ini, menurutku,
waktu semester satu dia rajin. Kalau ada kuliah sukanya duduk di deretan kursi
terdepan, walaupun di sebelah kanan-kirinya kosong. Sekarang dia ngikutin jejak
kebanyakan mahasiswa, duduk di deretan kursi nomer dua atau tiga ke belakang.
Dia tertawa sejenak. “Yaa,
mungkin dulu kan awal-awal, lagi penasaran-penasarannya sama yang namanya
kuliah,” jawabnya kemudian. “Kerjaanku sekarang maen gameeee mulu.”
"Yaampun, sukanya maen game.”
“Aku bosen,
aku nggak menemukan ‘sesuatu’ disini. Nggak tau deh, jadinya males.”
Aku diem. Sering aku mendengar
cerita teman-teman yang se”arah” ini.
“Mulai semester tiga kemarin aku udah bosen. Tadinya aku pengen pindah, tapi mikir lagi. Kayaknya takdirku udah disini, yaudah coba jalani aja,” imbuhnya.
“Yaudah, jalani
aja…”
Lagi-lagi dia tertawa dulu sebelum
menyahuti. “Tapi masalahnya nggak ada motivasi,” sahutnya.
“Yaudah cari
pacar sana buat motivasi.”
Dia hanya tertawa.
“Orangtuamu kan juga bisa dibuat
motivasi,” tambahku. “Atau inget dulu awal-awal betapa senengnya kamu keterima
disini.”
“Nah itu!
masalahnya aku nggak seneng keterima disini.”
Aku diem. Ternyata memang apa yang
dirasakan setiap orang itu beda-beda.
“Pilihan kedua
siihhh soalnya.”
“Pilihan
pertamamu apa emang?”
“Penerbangan
ITB,” jawabnya lantas tertawa.
Wah! Teman di depanku ini ternyata
punya mimpi setinggi itu. Mungkin dia pengen kayak B.J. Habibie.
“Apa ya, disini
aku nggak dapet sesuatu yang baru. Selama ini aku kuliah ya gitu aja. Dateng,
duduk, dengerin orang ngomong, absen, pulang. Makanya aku mikir, daripada gitu
mending aku maen game di kosan.”
Aku mengangguk setuju. Selama ini
aku kuliah juga gitu.
“Lah survei
jembatan kemarin, bukan sesuatu yang baru?”
“Iya sih, tapi
cuma dikit, rumus-rumusnya kan bukan sesuatu yang baru. Aku pengennya dapet
sesuatu yang baru disini.”
“Selama ini aku
ngikut-ngikut kalian aja. Kemarin KRSan, aku ngikut aja,” imbuhnya.
“Berarti kamu
nggak ada niatan buat ambil PKN semester depan?” tanyaku, menanyakan topik paling hot dibicarakan sekarang.
Dia menggeleng. “Belum terplanning.”
“Ooo…” gumamku sambil mengangguk-angguk.
“Ibuku cuma
bilang cepetan lulus.”
“Orangtuaku
juga gitu.”
“Cepetan kamu
lulus, terus pulang. Terserah ntar jadi apa aja, yang penting pulang,” ucapnya meniru kalimat ibunya yang ditujukan padanya.
"Tapi aku nggak
mau jadi apa aja, aku harus cari tahu tujuanku apa, mau jadi apa ntar aku harus
tahu,” tambahnya diselingi tawa.
Lagi, aku setuju dengan ucapannya
yang terakhir itu. Menentukan tujuan setelah masa-masa yang kata dosen teknik
pondasiku bilang adalah masa-masa emas ini.
“Eh, tapi
jangan niru aku loh, ntar jadi ikutan males, sesat ini soalnya,” dia mewanti-wanti.
Aku hanya tertawa. Sudah tahu sesat,
tapi masih dilakukan.
“Lah kalau kamu
gimana? Suka disini?”
“Pilihan kedua
juga sih, tapi aku seneng. Soalnya dari dulu emang pengen masuk teknik.”
Dia mengacungkan ibu jari tangan
kanannya. “Bagus…bagus…. Tapi setinggi apapun, cewek berakhirnya juga ntar
di dapur loh.”
“……..”
“Yaiya, emang
kamu nggak mau masakin keluargamu ntar?”
“……”
“Makanya yang pusing-pusing
gini kebanyakan cowok.”
“Nggak juga.”
“Gimana-gimana
ntar cowok yang bertanggung jawab.”
Aku hanya menyetujui dalam hati.
“Eh tapi
biasanya cowok nggak mau sama cewek yang lebih ‘tinggi’ dari dia loh.”
DAMN!! Satu-satunya kalimat yang
nggak aku setujui dari obrolan sore kemarin -,-
Tags:
Random Thought
3 komentar
haha siapa tersangkanya ini mbak?
ReplyDeleteidentitas dirahasiakan mbak vheee :p
Deleteyg jelas angkatan kita :D
hehe anak pengairan memang bukan asliny apengairan :d
ReplyDelete